Pages

Kamis, 29 Desember 2011

Surat Kesaksian Maria Juliani, Purwokerto

Seperti anak-anak biasa aku hidup hanya untuk bermain dan menikmati dunia ini hanya untuk diriku sendiri. Melakukan apa yang aku suka, aku mau, aku menikmatinya. Mencari satu kepuasan lalu beranjak ke kepuasaan lainnya. Waktu itu aku masih berumur 7 tahun. Siswi kelas 2 SD apa yang menjadi tujuan hidupnya? Aku sempat berpikir juga, di manakah akhir hidup ini? Untuk apa sebenarnya manusia hidup? Orang dewasa berkata, mereka kecil, sekolah, tumbuh dewasa, kuliah di Perguruan Tinggi yang ternama, bekerja, menikah, punya anak, kemudian meninggal. Apakah meninggal itu akhir hidup manusia? Ataukah kebahagiaan yang hendak dicapai?

Saat aku kecil Mamahku sudah mengajaku pergi ke gereja tepatnya sekolah minggu di kota kami Purwokerto. Saat itu aku beribadah di GBT Yesus Juruselamat, Jalan Pramuka. Aku mendapatkan pengajaran tentang tokoh-tokoh Alkitab, belajar membaca Alkitab, belajar melipat kertas, mendapatkan kado saat Natal,bernyanyi, dan mengenal bahwa ada seorang Pribadi bernama Yesus. Saat itulah aku tahu bahwa selain manusia, tumbuhan dan hewan ada satu Pribadi lagi yaitu Tuhan. Dari cerita yang kudengar dari guru sekolah minggu, Tuhan itu baik, Dia sangat mengasihi anak-anak, Dia dapat memenuhi segala kebutuhanku, Dia hebat, Dia berkuasa. Wah hebat sekali kalau aku pikir-pikir. Mungkin sejak itulah aku mulai menyembah Tuhan itu dan mengakui Nya sebagai Allahku.

Selain Tuhan, ternyata ada satu pribadi lagi yang disebut sebagai “iblis”. Kalau Tuhan protagonisnya iblis ini selalu diikuti dengan karakter yang buruk, jadi selalu antagonis. Tuhan menghidupkan, iblis membinasakan. Tuhan mengasihi, iblis membenci. Tuhan baik, iblis jahat. Hanya sebatas itu yang ku tahu, simple untuk pemikirank anak kecil. Jika ada iblis otomatis juga ada dosa, aku sebenarnya tak begitu tahu apa arti dosa itu sebenarnya. Hanya yang sering kudengar, dosa itu selalu berhubungan dengan perbuatan yang buruk. Melawan orang tua,menjahili teman, nakal, ya seputar itulah. Saat itu aku tahu mencontek itu dosa juga.

Di suatu sore yang tak terduga, kakaku mengajaku untuk pergi ke loteng rumah kami. Aku sama sekali tak curiga atau merasa apapun juga karena kakaku ini memang sangat dekat denganku. Dia adalah teladanku. Aku tahu dia orang yang baik dan biasanya benar. Aku sering bertanya mengenai hal-hal membingungkan kepadanya.

“Kenapa daun diberi nama ‘daun’?”

“Kenapa Kamu diberi nama ‘Maria’?” dia balas bertanya.

“Karena ada artinya. Supaya kaya Bunda Maria?”

“Yaudah, sama kaya daun.”

Ya kira-kira pertanyaan seperti itulah. Tuhan Yesus kan Allah. Kenapa Dia berdoa pada Bapa yang juga Allah? Masa Dia berdoa pada diri-Nya sendiri? Saat itu aku tak mengerti ke-allahan Allah yang luar biasa dan sulit dimengerti.

Saat di loteng itu dia mengajaku berdoa. Dia menjelaskan sesuatu padaku yang kini kutahu itu adalah ilustrasi jembatan. Aku tak pernah dengar sebelumnya. Tapi saat sore itu sepertinya selaput yang menutupi otakku selama ini dibukakan.

Roma 3:23 “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”

Roma 6:23 “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.”

Ibrani 9:27 “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi”

Mungkin tak akan habis jika aku mengulang satu demi satu ayat yang menghancurkan hatiku saat itu. Aku disadarkan, semua orang itu berdosa, tak ada satu pun orang yang tak berdosa. Bayi pun berdosa karena dia mempunyai dosa turunan dari Adam dan Hawa. Dan semua orang pasti mati. Namun itu bukan suatu akhir. Dengan mati tak berarti habis perkara. Kita akan diadili sesuai dengan pelanggaran atau dosa-dosa kita. Dan sesudah itu neraka sudah menunggu untuk orang-orang berdosa. Aku miris mendengar itu semua. Apalagi kakakku berkata neraka adalah lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang (Wahyu 21:8).

Ada banyak usaha yang dilakukan manusia untuk tidak masuk neraka tapi bisa masuk ke surga. Dengan berbuat atau beramal baik, beragama, hidup benar dan saleh, dibabtis atau bahkan menjadi pemuka agama, pelayanan dan lain sebagainya. Ada juga yang melakukannya dengan mencari uang sebanyak-banyaknya, ilmu pengetahuan. Aku tak menyangka kalau itu semua ternyata tak bisa menyelamatkanku dari api neraka dan tak bisa membuatku masuk ke surga. Ternyata untuk menentukan kita masuk neraka atau surga bukan dengan timbangan. Perbuatan baikku berapa kilo, dosaku berapa kilo. Kalau lebih berat perbuatan baik maka aku masuk surga. Kalau lebih berat dosanya maka aku masuk neraka.

Aku merasa sangat sedih waktu itu. Menyadari aku pasti terhitung di antara orang-orang yang hidup tinggal menunggu habisnya waktu lalu diadil dan masuk neraka. Sedih juga kalau semua usaha yang bisa aku lakukan itu semua sia-sia. Apa yang bisa kulakukan selain mengharapkan adanya pertolongan? Ternyata ada satu Pribadi yang bisa menolongku. Dia adalah Yesus. Kakaku berkata, Yesus sudah turun dari Surga meninggalkan segala kemuliaan-Nya hanya untuk menebus semua dosa-dosaku. Untuk menggantikan hukumanku dan semua manusia (tidak hanya orang Kristen) semua surat hukuman kita dipakukan di tangan-Nya dan dibayar lunas dengan darah-Nya. Oh betapa baiknya Tuhan itu. Tuhan Yesus ternyata sadar juga untuk menolongku. Tapi kakakku berkata maukah aku diselamatkan oleh-Nya? Aku jelas menjawab mau. Tapi bukannya aku sudah diselamatkan? Makanya aku sudah berdoa kepada-Nya.

Tapi dia menjawab, hanya orang yang percaya kepada-Nya yang boleh diselamatkan. Aku merasa aku juga sudah percaya, kan aku sudah Kristen dan pergi ke gereja? Kakaku menjawab itu berarti kamu masih beranggapan agama dan kesalehan bisa menyelamatkanmu. Percaya artinya menerima-Nya (Yoh 1:12). Mungkin banyak orang yang merasa dirinya sudah lama percaya kepada Tuhan Yesus, aku aja sudah banyak melayani masa sih aku belum percaya? Ya sudah lah ya. Selama orang itu belum menerima-Nya dia juga belum percaya. Dan menerima-Nya itu ditujukan dengan berdoa kepada-Nya satu kali seumur hidup dan tidak berulang-ulang. Peristiwa ini kakakku sebut sebagai lahir baru. Isi doanya, mengakui aku adalah orang berdosa dan pantas dihukum, tapi Tuhan Yesus menyelamatkanku dan aku percaya juga mau menerima karya penyelamatan-Nya, dan mengundang Dia masuk ke dalam hatiku sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Sejak itu aku memutuskan untuk menerima-Nya dan berdoa lahir baru itu. Ada satu dorongan yang kuat aku bisa berdoa. Aku belum tahu kalau itu Roh Kudus yang mengerjakan semua itu. Satu lagu yang benar-benar sangat berarti bagiku yang kakakku nyanyikan yaitu “Sejauh Timur Dari Barat”. Aku menangis saat mendengar lagu itu. Hari itu aku terima Tuhan Yesus secara pribadi. Aku tak sadar itu adalah satu keputusan terbesar dalam hidupku yang ternyata memperngaruhi keputusan-keputusan yang lainku.

Beberapa hari setelah terima Tuhan Yesus, suasana hatiku menjadi damai, tentram, aman. Tapi aku jadi sangat haus, haus sekali akan firman Tuhan. Aku cari Alkitabku aku baca itu. Sehari aku bisa membaca sampai 5-6 pasal. Aku haus. Kakakku mengajariku untuk Saat Teduh untuk memuaskan kehausanku akan firman Tuhan. Sikapku akan dosa menjadi berubah. Pikiranku banyak dibukakan, aku jadi sadar kalau beberapa hal ternyata dosa. Aku merasa aku tak hidup sendirian lagi, duniaku yang selama ini hanya bermain dan bermain kini aku merasa ada satu hal yang menyenangkan lagi selain bermain yaitu menemui-Nya dalam persekutuanku dengan-Nya. Aku sadar, sebelum aku terima Tuhan Yesus dan hanya menjadi orang Kristen yang mengaku-ngaku sudah terima Tuhan Yesus karena sudah sering ke gereja aku tak pernah merasakan hidup yang ‘sehidup’ ini.

“Aku tak tahu mengenai paham-paham yang membahas siapa sebenarnya Yesus dari Nazaret itu. Satu hal yang kutahu, Dia adalah Allah. Karena hanya Allah yang bisa mengerjakan banyak hal dalam hidupku.”

Maria Juliani.

Selasa, 20 Desember 2011.

02.10 a.m.

 
Copyright (c) 2010 Surat Kesaksian. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.